Senin, 25 Juni 2012

Terdampar di Dadamu



Rembulan di celah randu tua, kaukah yang membawanya. Deras cahayanya menghanyutkan bayangbayang rindu di lembah hatiku. Malam adalah musafir yang mencari tempat paling hangat, aku memanah langit agar bintangbintang jatuh terbakar. Aku unggun bersamamu.

Bukankah langit malam lebih hangat bila kau hamparkan di dadaku?

Kita saling memandang saling berlayar dalam tatapan. Engkau menghapus keringat di wajahku, menggantinya dengan sebuah kecupan, kecupan berbentuk perahu. Berlabuh menuju hatiku. Laut di jantungku gemuruh. Ombak di mataku meleleh, hingga hilang seluruh garis pantai.

Dan malam tinggal sebuah andai: bagaimanakah agar malam tak berakhir, kekasih? Apakah dengan mengikat rembulan agar tak terseret ke pinggir, agar tak menyingkir? Tak usah khawatir, desahmu selembut ombak yang menepi, bukankah aku adalah rindu yang selalu terdampar di dadamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar